BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pemerintah
Indonesia pada dewasa ini sangat gencar untuk melakukan perubahan perbaikan
dalam dunia pendidikan. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk
mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia khususnya dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga akan menjadi bangsa yang beradab dan
dapat bersaing di dunia Internasional. Dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2003
pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dinyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pembangunan
tersebut tampak dari perubahan kurikulum
yang ditetapkan pemerintah yaitu penggunaan kuriukulum 2013 dengan pendekatan
scientifict pada sekolah menengah dan pendekatan tematik terpadu pada jenjang
pendidikan dasar. Selain pada perubahan kurikulum, pemerintah mempunyai program
yang ditujukan pada sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan yaitu
presentase rasio antara jumlah SMK dan SMA sebanyak 70% SMK dan 30% SMA. Dasar
dari perencanaan program ini adalah tentunya untuk meningkatkan lulusan yang siap terjun di dunia kerja. SMK
ditekankan untuk pembelajaran keterampilan kerja seiring dengan banyaknya perusahaan yang
membutuhkan lulusan SMK. Tujuan lain pemerintah meningkatkan jumlah rasio untuk
SMK adalah untuk mengentaskan kemiskinan dalam masyarakat dengan pembekalan
keterampilan kerja serta mempersiapkan siswa untuk mandiri.Harapan
semua pihak, terutama dunia pendidikan dan pemerintah Indonesia adalah siswa
yang telah lulus dapat berwirausaha, sehingga angka pengangguran dapat ditekan.
Dengan program penentuan rasio 70:30 untuk SMK dan SMA memungkinkan banyak anak
di Indonesia untuk dapat menempuh pendidikan yang layak serta pekerjaan yang
layak, karena biaya yang diperlukan untuk menempuh pendidikan di SMK tidak
sebanyak dengan biaya yang ditempuh di perguruan tinggi. Ini akan sangat
membantu bagi masyarakat menengah kebawah dalam memberikan pendidikan yang baik
untuk putra-putrinya sekaligus dapat membekali pada saat terjun di dunia kerja.
Konsekuensinya adalah dunia kerja yang akan menampung lulusan SMK harus siap
meskipun untuk memasukinya lulusan SMK masih perlu dilatih. Analisis atas
potensi wilayah dan keperluan dunia kerja sangat menentukan atas keberadaan
sebuah SMK.Sebaliknya, SMA disiapkan untuk siswa-siswi yang
nantinya akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Berdirinya SMA adalah sebagai perimbangan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mendorong SMA diperlukan. Sekali lagi kesadaran para calon siswa
dan orang tua sangat penting dengan mengingat kemampuan serta potensi diri
anak. Jika potensi anak berkembang dalam keilmuannya maka sebaiknya melanjutkan
ke SMA, jika pas-pasan sebaiknya melanjutkan ke SMK. Bukan berarti arahan siswa
SMK adalah untuk anak-anak berkelas dua. Tapi pertimbangan soal kelanjutan
studinya kelak serta potensi diri.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah
dipaparkan diatas,maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
kondisi lulusan SMK dan SMA saat ini.
2. Bagaimanakah
relevansi pendidikan kejuruan dengan dunia industry saat ini.
3. Bagaimanakah
dampak dari peningkatan jumlah SMK dibanding SMA.
BAB
II PEMBAHASAN
Rencana Strategis (Renstra) Depdiknas 2005-2009
dinyatakan bahwa rasio pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah
umum ditargetkan sebesar 50:50 pada tahun 2010 dan 70:30 pada tahun 2015.
Kebijakan ini diharapkan dapat memecahkan salah satu permasalahan pengangguran.
Peningkatan pendidikan kejuruan bertujuan menyiapkan tenaga terampil untuk
memenuhi kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan tuntutan dunia industri.
Kebijakan ini dilaksanakan dengan meningkatkan daya tampung dan kualitas
pendidikan menengah kejuruan serta tetap menjaga keseimbangan dan kualitas
pendidikan menengah umum.
Perubahan sasaran rasio SMA dan SMK tersebut akan
berdampak penyediaan dana yang cukup besar yang harus disediakan oleh
pemerintah untuk pembangunan infrastruktur dan penyediaan tenaga kependidikan.
Dampak lainnya adalah perguruan tinggi yang selama ini ada lebih banyak
menampung lulusan SMA dengan proporsi jurusan ilmu sosial jauh lebih besar jika
dibandingkan jurusan teknologi.
Berikut jumlah Sekolah Menengah Umum Dan Sekolah
Menengah Kejuruan dari Tahun 2011
JUMLAH SMA
|
JUMLAH SMK
|
||||||
2011/2012
|
2012/2013
|
2013/2014
|
2015/2016
|
2011/2012
|
2012/2013
|
2013/2014
|
2015/2016
|
11,654
|
12,107
|
12,409
|
13.004
|
10,256
|
10,673
|
11,726
|
13.121
|
A.
Kondisi Lulusan Sekolah
Kejuruan dan Sekolah Menengah umum
Dewasa Ini
JAKARTA - Badan Pusat Statistik
(BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus
2015 mengalami peningkatan dibanding Februari 2015. Pada Agustus 2015 jumlah
pengangguran di Indonesia naik 110 ribu orang menjadi 7,56 juta orang dari
sebelumnya 7,45 juta orang pada Februari 2015.
Dari jumlah tersebut, pengangguran di dominasi oleh lulusan
Sekolah Menengah Kejuruan. BPS menyebutkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
untuk pendidikan SMK menempati posisi tertinggi yaitu sebesar 12,65 %.
Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS Razali
Ritonga menjelaskan, lulusan SMK mendominasi lantaran lapangan pekerjaan yang
sesuai dengan keahlian belum banyak.
"Kalau sekolah jurusan kan dia spesialis. Nah, ketika lapangan
kerja sesuai keahlian dia tidak ada, maka dia sulit untuk cari kerja ke sektor
lain. Dia tidak fleksibel," jelasnya di Gedung BPS, Kamis (5/11/2015).
Di posisi kedua menyusul lulusan SMK adalah Sekolah Menengah Atas
(SMA) yang sebesar 10,32 %. Jumlah TPT SMA mengalami kenaikan dibandingkan
periode Februari 2015 yang sebesar 8,17 %.
Kondisi pengangguran yang semakin bertambah
disebabkan oleh lambatnya perekonomian Indonesia. Ketersediaan lapangan kerja
yang terbatas tidak sebanding dengan kebutuhan akan lapangan kerja. Dengan hal
ini pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi untuk menanggulangi agar
pengangguran tidak terus bertambah setiap tahunnya dengan cara mengubah
basis ekonomi konsumsi menjadi basis ekonomi produksi.
Dari
kondisi Indonesia yang telah dijelaskan diatas, maka usaha untuk Menanggulani pengangguran yaitu sebagai berikut
:
JAKARTA -
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan, pemerintah akan melakukan
optimalisasi program bursa kerja antar daerah untuk skema perluasan kesempatan
kerja sebagai solusi daripada peraturan penghentian Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) di 21 negara Timur Tengah guna mencegah pengangguran yang akan bertambah.
"Pasti kita siapkan skema perluasan kerja. Kita tingkatkan
program kewirausahaan, kita optimalkan yang namanya program bursa antar kerja
antar daerah," ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian Perekonomian,
Jakarta, Jumat (8/5/2015).
Bursa kerja antar daerah tersebut adalah kerjasama antara pemerintah
daerah (pemda) dengan bursa pemerintah antar daerah, guna mengembangkan
perekonomian daerah.
"Misalnya dengan pemerintahan Jawa Timur nanti akan kerjasama
dengan bursa kerja antar daerah ke Kalimantan. Pekerja dari Jawa Timur nanti
dididik dan dilatih untuk bekerja ke Kalimantan untuk sektor pertanian atau
mengatasi masalah produksi dan lain-lain," jelas Hanif.
Sebagian program tersebut sudah berjalan, lanjut Hanif. Sementara sebagian
lagi masih dalam proses.
Menurut Sudradjad (2000: 9-11), berikut dijelaskan tiga upaya
menanggulani pengangguran :
1.
Meningkatkan kualitas sumber
daya manusia.
2.
Menciptakan lapangan kerja
baru.
3.
Menumbuhkembangkan usaha
wiraswasta.
B. Relevansi Antara Lulusan Dengan Pekerjaan Saat Ini
Relevansi pendidikan adalah sejauh mana sistem
pendidikan dapat menghasilkan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu
masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional
Relevansi pendidikan dianggap tinggi jika
lulusan yang dihasilkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang
beranekaragam seperti sektor jasa, sektor produksi dan sektor lainya.
1.
Masalah
Relevansi Pendidikan
Permasalahan
relevansi pendidikan dirasakan bangsa Indonesia ketika terjadi ketidakcocokan
atau ketidaksesuaian antara isi pendidikan dengan realitas kebutuhan
masyarakat, terutama para pemakai output pendidikan,
Hasbullah (2015: 25).
Masalah ini berkenaan
dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan pendidikan dengan yang
diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau institusi yang membutuhkan tenaga
kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Masalah relevansi
terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap
secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan
di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari
satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang
belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
2. Upaya
untuk meningkatkan Relevansi Pendidikan
a. Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar artinya semua
warga negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan
pendidikan.
b. Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan,
pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah
dirumuskan
c. Pelaksanaan kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler dilakukan
dengan penuh kesungguhan dan diperhitungkan dalam penentuan nilai akhir ataupun
kelulusan
3. Dampak
Lulusan SMK di masyarakat
Sinergi antara dunia pendidikan dengan dunia industry serta
stakeholder dimasyarakat sangat dibutuhkan. Pengetahuan dan keterampilan yang
dikembangkan disekolah perlu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Selama
ini pembelajaran belum bisa memenuhi semua tuntutan masyarakat terutama bidang
keterampilan hidup sesuai kondisi local hidup siswa.materi pembelajaran sering
tidak sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Fenomena yang
terjadi antara dunia pendidikan dengan perkembangan masyarakat tidak match dan
terjadi kesenjangan yang cukup significan, kebutuhan masyarakat belum bisa
diwujudkan sepenuhnya oleh lembaga pendidikan. Tidak sesuainya materi
pembelajaran dengan potensi daerah mengakibatkan peluang kerja lulusan SMK
belum terlalu optimal. Contohnya saja di
kabupaten Semarang pada tahun 2014 dari
4.549 lulusan SMK baru 27 % yang terserap lapangan kerja yaitu sejumlah 1.464
yang sudah dapat mengakses pekerjaan.
4. Upaya
peningkatan Lulusan SMK di bidang Industri
Sudah menjadi masalah klasik pendidikan di Indonesia pada
umumnya, bahwa link and match anatra output SMK dengan dunia usaha/dunia industry sebagai pengguna output pendidikan
belum tercapai. Salah satu masalahnya terletak pada kualitas luluan SMK yang
belum sesuai standar kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja. Pendidikan system
ganda (PSG ) dapat digunakan utnuk menerapkan link nad match. Pengadaan PSG
perancangan kurikulum, proses pembelajaran dan penyelenggaraan evaluasinya
didesain dan dilaksankan bersama-sama antara pihak sekolah dan industry diharapkan
dapat dihasilkan lulusan SMK yang mumpu terjun dan belajar pada dua tempat
yaitu sekolah dan di industry.
Tujuan PSG:
a.
Mampu
menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian professional
b.
Meningkatkan
dan memperkokoh keterkaitan dan kesepadanan lembaga pendidikan dan pelatihan
kejuruan dengan dunia kerja
c.
Meningkatkan
efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas professional
d.
Memberi
pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses
pendidikan.
C. Analisis Peningkatan
jumlah rasio SMK dan SMA 70:30
Upaya pemerintah
untuk meningkatkan rasio SMA dan SMK menjadi 30:70 bukan tanpa alasan. Melalui
peningakatan jumlah SMK diharapkan tingkat pengangguran dapat ditekan. Karena
berbeda dengan pendidikan SMA, pendidikan SMK didasarkan pada kurikulum yang
membekali lulusanya dengan keterampilan tertentu untuk mengisi lapangan kerja
atau membuka lapangan usaha. Selain itu SMK juga dapat diarahkan untuk
mengangkat keunggulan lokal sebagai modal daya saing bangsa. Perlu
diketahui bahwa dalam memutuskan suatu
kebijakan harus dipikir panjang tidak untuk kebutuhan sesaat. Berikut adalah
beberapa sebab yang harus dipertimbangkan apabila terjadi peningkatan jumlah
SMK dibanding SMA
1. Kebijakan
pemerintah untuk menambah rasio jumlah SMK dan SMA 70:30 dianggap tidak
memerhatikan kepentingan jangka panjang kebutuhan nasional bangsa akan lahirnya
generasi peneliti dan tenaga-tenaga terdidik secara akademis. Perlu diingat,
banyaknya pengangguran terdidik dari perguruan tinggi ataupun lulusan SMA tak
akan serta-merta diatasi dengan mendirikan SMK. Selain itu, perubahan proporsi
ini akan memperkecil kesempatan siswa masuk perguruan tinggi (PT). Pada masa
depan, PT memiliki posisi strategis dalam menjaga keberlangsungan hidup masyarakat
melalui kinerja penelitian dan keilmuan yang dimiliki. Kita akan kehilangan
banyak dokter, peneliti, ilmuwan, dan lainnya karena kebijakan pendidikan kita
lebih mengarahkan siswa pada akuisisi kemampuan dan keterampilan teknik,
sedangkan refleksi filosofis intelektual yang memiliki rigoritas akademis kian
berkurang.
2. Dengan
memperbanyak rasio jumlah SMK sementara lupa mengintegrasikannya dengan
membangun akademi atau politeknik sesuai kompetensi yang dibutuhkan, hanya akan
menciptakan tenaga kerja murah dan hanya menguntungkan perusahaan swasta karena
mereka tak perlu membiayai ongkos pelatihan untuk perekrutan karyawan yang
baru, sementara beban seperti ini ditanggung negara.
3. Tugas
utama sekolah adalah membentuk anak-anak yang cerdas, pintar, kritis, yang
mampu memahami tatanan sosial masyarakat menjadi lebih baik sehingga mereka
mampu terlibat secara aktif dalam kehidupan masyarakat.
Beberapa sebab diatas dapat dijadikan pertimbangan
ulang mengenai peningkatan jumlah SMK. Tetapi perlu diketahui bahwa upaya
pemerintah dalam meningkatkan jumlah rasio SMK dan SMA 70:30 dapat didukung
dengan menerapkan beberapa strategi tambahan seperti:
1.
Kebijakan pendidikan harus dipikirkan secara matang dan
berkesinambungan menjadi orientasi bagi pemerintah dalam mendesain sistem
pendidikan nasional.
2.
Harus ada kerjasama antar departemen untuk mewujudkan
pembangunan SDM untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Misal dalam bentuk MoU antara departemen perindustrian dengan departemen
perdagangan departemen keuangan, departemen pendidikan dan departemen terkait
lainya.
3.
Harus ada pemetaan dahulu industri-industri yang nantinya
menyerap pangsa pasar lulusan smk.
4.
Identifikasi keahlian apa yang dibutuhkan untuk Industri,
yang nantinya menentukan kurikulum SMK.
5.
Industri diwajibkan menyediakan tempat bagi siswa smk untuk
melakukan praktik lapangan sampai tingkat suatu keahlian terpenuhi sebagai
persyaratan ijin investasi.
6.
Industri diwajibkan menerima tenaga lokal bangsa.Siswa smk
yang mempunyai prestasi dan keahlian sebagai enterprenuership diberikan
kemudahan akses usaha dan modal kerja.
7.
Adanya pendampingan usaha bagi wirausaha muda sampai dapat
berdiri sendiri.
8.
Diperlukan standar produk dari hasil usaha siswa smk agar
dapat diterima pasar.
9.
Diberlakuan pajak yang tinggi untuk produk-produk yang
berasal dari luar negeri.
10.
Diberikan insentif, subsidi atau pajak ringan untuk
produk dalam negeri.
11.
Dilakukan pembinaan untuk standar produk bermutu berskala
international.
12.
Mencari, menciptakan inovasi, ciri khas produk dalam
negeri yang lain dan tidak diproduksi oleh Negara lain yang menjadi andalan
untuk ekspor. Pengembangan potensi SDM disesuaikan dengan SDA yang kita miliki.
Tidak mungkin kita akan bisa bersaing dengan Negara lain jika teknologi yang
kita kembangkan sama dengan Negara lain. Negara lain lebih dulu mempelajarinya,
untuk itu SDA apa yang kita miliki, kita kembangankan, kita inovasikan sehingga
nilainya di luar negeri bisa jadi tinggi.
13.
Keanekaragaman produk perlu dikembangkan serta spesialis
produk dari suatu wilayah dengan wilayah lain mempunyai spesialis produk yang
berbeda kondisi ini perlu adanya usaha untuk mematenkan produk tersebut
Dari
pembahasan yang sudah dipaparkan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa :
a. Keseimbangan sekolah kejuruan dan sekolah menengah umum
diperlukan karena adanya jumlah yang sama antara SMA dan SMK dengan rasio yang
sama 50:50 akan memberikan kontribusi yang sinergis terhadap kebutuhan Negara. Dengan
SMK dapat menciptakan lulusan yang terampil dalam dunia kerja dan wirausaha
yang dapat mengatasi pengangguran. Sedangkan SMA dapat menyiapkan lulusan yang
ahli dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Keduanya sama-sama dibutuhkan untuk
pembangunan suatu bangsa.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasbullah.
2015. Kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudradjad. 2000. Kiat Mengentaskan
Pengangguran Melalui Wirausaha.
Jakarta: BumiAksara.
0 komentar:
Posting Komentar